Daniel

Originally written on Dec 19th, 2008, when I was reading Deuterocanonical books and realized that Daniel was featured in some of the books.

*

Berikut beberapa eksplorasi mengenai Daniel dan kitab Daniel.

Kitab Daniel, secara tradisional ditulis oleh Nabi Daniel yang hidup di abad ke-6 SM ketika ia hidup dalam pembuangan di Babel. Kitab ini sendiri tidak pernah digolongkan ke dalam kitab Nabi-nabi (Nevi’im) dalam pembagian Kitab Suci Ibrani (Taurat, Nabi-nabi, Kitab-kitab Lain). Daniel selalu dimasukkan ke dalam golongan Kitab-kitab Lain (Ketuv’im), bersama Mazmur, Amsal, Kidung Agung, Ruth, Ratapan, Pengkhotbah, Ester, Ezra-Nehemia, dan (1-2) Tawarikh.

Mengenai nama Daniel sendiri, nama ini muncul di Tawarikh dan Ezra-Nehemia (1 Taw 3.1, Ezr 8.2, Neh 10.6), dua kitab yang mungkin ditulis oleh Ezra dan merefleksikan bahwa nama Daniel memang nama yang ada di jaman itu (pembuangan dan pasca-pembuangan).

Mengenai tokoh Daniel sendiri, di Perjanjian Lama (selain di kitab Daniel) ia juga muncul di kitab Yehezkiel.

“Hai anak manusia, kalau sesuatu negeri berdosa kepada-Ku dengan berobah setia dan Aku mengacungkan tangan-Ku melawannya dengan memusnahkan persediaan makanannya dan mendatangkan kelaparan atasnya dan melenyapkan dari negeri itu manusia dan binatang, biarpun di tengah-tengahnya berada ketiga orang ini, yaitu Nuh, Daniel dan Ayub, mereka akan menyelamatkan hanya nyawanya sendiri karena kebenaran mereka,” demikianlah firman Tuhan ALLAH. (Yeh 14.13-14)

“Atau jikalau Aku mendatangkan sampar atas negeri itu dan Aku mencurahkan amarah-Ku atasnya sehingga darah mengalir dengan melenyapkan dari negeri itu manusia dan binatang, dan biarpun Nuh, Daniel dan Ayub berada di tengah-tengahnya, demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, mereka tidak akan menyelamatkan baik anak laki-laki maupun anak perempuan, melainkan mereka akan menyelamatkan hanya nyawanya sendiri karena kebenaran mereka.” (Yeh 14.19-20)

“Memang hikmatmu melebihi hikmat Daniel; tiada rahasia yang terlindung bagimu.” (Yeh 28.3)

Di Yehezkiel 14, Daniel disetarakan dengan Nuh dan Ayub sebagai model orang Israel yang benar. Nuh dikatakan sebagai ‘orang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya’ (Kej 6.9), sedangkan Ayub disebut sebagai orang yang ‘saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.’ (Ayb 1.1) Dan, di sini, ketiga orang ini akan diselamatkan karena ‘kebenaran mereka.’ (Yeh 14.14, 20)

Kemudian, di pasal 28, dimana saat itu Firman sedang ditujukan kepada raja Tirus, dikatakan bahwa memang hikmat raja ini melebihi hikmat Daniel, yang menandai satu karakter Daniel yang lain yang dikenal saat itu, yaitu sebagai orang yang bijak.

Secara singkat, Daniel dalam Yehezkiel dikenal sebagai orang yang benar (setara dengan Ayub dan Nuh) dan bijak.

Kemudian, kita akan melihat berbagai referensi tentang karakter Daniel ini dari berbagai tulisan/kitab ekstrakanonikal.

Pertama, dari kisah Susana dan Daniel yang menjadi salah satu bagian dari tambahan-tambahan kitab Daniel. Di sini, Daniel digambarkan sebagai orang yang bijak, memiliki roh Allah, dan mampu menyelesaikan satu masalah dengan bijak.

Kedua, dari kisah Daniel dengan dewa Bel dan naga Babel yang juga merupakan salah satu bagian dari tambahan-tambahan kitab Daniel. Di sini, Daniel juga digambarkan sebagai orang yang bijak dalam memecahkan suatu masalah. Ia juga adalah seorang yang setia pada Allah, dengan menolak menyembah kepada dewa Bel dan naga Babel. Ia juga akhirnya diselamatkan dari gua singa setelah dilempar ke sana karena membunuh naga Babel.

Kemudian, dari perkataan Matatias, ayah Makabe bersaudara, di 1 Makabe. Sebelum ia meninggal dunia, ia memberi pesan kepada anak-anaknya untuk giat demi hukum Taurat dan mempertaruhkan hidup mereka demi perjanjian mereka dengan Allah. (i.e., untuk bersiap-siap berperang melawan Antiokhus Epifanes) Ia menceritakan orang-orang Israel yang benar untuk mengingatkan mereka pada nenek moyang mereka dan mengikuti teladan mereka, dengan dimulai dengan Abraham:

Kini kecongkakan dan pernistaan telah menjadi kuat,
kini masa runtuhan dan geram.
Sekarang, anak-anakku, hendaklah giat untuk hukum Taurat
dan mempertaruhkan hidupmu
demi perjanjian nenek moyang kita.
Ingatlah kepada apa yang telah dilakukan nenek moyang kita di masanya,
maka kamupun akan mendapat kemuliaan besar dan nama abadi.
Bukankah Abraham ternyata setia dalam pencobaan,
dan tidakkah itu diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran?
(1 Mak 2.49-52)

Di daftar ini, juga ada Daniel dan ketiga kawannya di Babel.

Hananya, Azarya, dan Misael
diselamatkan dari nyala api oleh karena percaya.
Daniel dilepaskan dari moncong singa,
oleh karena kelurusan hatinya.
(1 Mak 2.59-60)

Di sini kita melihat bagaimana Daniel (dan ketiga kawannya) juga termasuk dalam nenek moyang Israel yang mendapat kemuliaan besar dan nama abadi. Untuk Daniel sendiri, hal ini dikarenakan kelurusan hatinya, yang membuatnya dilepaskan dari moncong singa (dan, untuk ketiga kawannya, karena mereka percaya maka mereka diselamatkan dari nyala api).

Dari berbagai sumber ini, kita melihat sebuah potret yang cukup konsisten tentang Daniel; ia adalah seorang yang benar, setia kepada Allah, dan ia juga adalah seorang yang bijak.

Terlebih dari itu, tampaknya memang ada tradisi yang kuat mengenai kisah Daniel yang dilepaskan dari gua singa, yang terlihat di kisah Daniel dengan dewa Bel dan naga Babel serta di pesan Matatias kepada anaknya.

Yang menarik dari kitab Daniel adalah nubuat-nubuat Daniel di berbagai bagian di kitab ini, yang terkadang ‘too good to be true’, dimana pemenuhannya bisa sangat eksak sampai ke detil-detilnya. Karena itu, banyak akademisi yang berpendapat bahwa kitab Daniel ditulis viticinium ex eventu, sesudah kejadiannya terjadi, dan dikisahkan sebagai nubuat oleh seorang Daniel yang hidup di abad ke-6 SM. Kita akan melihat bagaimana meresponi klaim ini untuk memahami kitab ini dengan lebih baik.

Nubuat-nubuat yang dimaksud misalnya adalah sebagai berikut.

Di Daniel 8, dikisahkan bagaimana ada seekor domba jantan yang ‘menanduk ke barat, ke utara, dan ke selatan, dan tidak ada seekor binatang pun yang tahan menghadapi dia, dan tidak ada yang dapat bebas dari kuasanya; ia berbuat sekehendak hatinya dan membesarkan diri.’ (Dan 8.4)

Kemudian, ada seekor kambing jantan yang datang dari sebelah barat dan menyerang domba jantan ini. Akhirnya domba jantan itu tidak berdaya untuk menghadapi kambing jantan ini. Kambing jantan ini ‘sangat membesarkan diri, tetapi ketika ia sampai pada puncak kuasanya, patahlah tanduk yang besar itu, lalu pada tempatnya tumbuh empat tanduk yang aneh, sejajar dengan keempat mata angin yang dari langit. (Dan 8.1-8)

Domba jantan yang dimaksud adalah Darius III (380-330 SM), raja Persia, yang daerah kekuasaannya meliputi Yunani di Barat, Mesir di Selatan, dan Afganistan di Timur. Ia dikalahkan oleh Aleksander Agung, ‘kambing jantan yang datang dari sebelah barat’, Makedonia. Aleksander Agung terkenal sebagai orang yang congkak (sangat membesarkan diri), namun ia mati dalam usia mudanya dan setelah itu kerajaannya pecah menjadi beberapa bagian. Awalnya kerajaannya dibagi menjadi empat bagian (empat tanduk yang aneh), walau dalam prosesnya akan menjadi tiga bagian utama saja. Empat bagian yang dimaksud adalah: Cassander memerintah di Makedonia, Lysimachus memerintah di Turki, Seleukhid memerintah di Mesopotamia dan Persia, dan Ptolomeus memerintah di Mesir.

Kemudian, dari salah satu tanduk itu muncul suatu tanduk kecil, yang menjadi sangat besar ke arah selatan, ke arah timur dan ke arah Tanah Permai. Ia membesarkan dirinya, mengambil korban persembahan sehari-hari, dan merobohkan tempat yang kudus. Ia mengadakan kebaktian secara fasik menggantikan korban sehari-hari. (Dan 8.9-12)

Hal ini merupakan referensi terhadap Antiokhus Epifanes, seorang raja di dinasti Seleukhidian yang memerintah di pertengahan abad ke-2 SM. Ia menyerang Mesir (ke arah Selatan), lalu menyerang Yerusalem (ke arah timur dan ke arah Tanah Permai). Ia akhirnya juga membuat mezbah untuk Zeus dan mempersembahkan babi di Bait Allah (mengadakan kebaktian secara fasik menggantikan korban sehari-hari).

Contoh lain adalah prediksi bahwa ‘sejak dihentikan korban sehari-hari dan ditegakkan dewa-dewa kekejian yang membinasakan itu ada seribu dua ratus dan sembilan puluh hari.’ (Dan 12.11) Antara awalnya ‘kekejian yang membinasakan’ itu sampai akhir hidup Epifanes, memang sekitar tiga setengah tahun, persis seperti jumlah hari yang diprediksikan di sana. Yerusalem diserang sekitar 167 SM, Epifanes meninggal pada tahun 164 SM.

Ini beberapa contoh singkat mengenai bagaimana nubuatan di Daniel itu terpenuhi secara eksak sampai ke detil-detilnya; yang bisa menimbulkan beberapa respon, tentunya. Apakah ini memang membuktikan bahwa nubuatan ini benar? Ataukah, hal ini ditulis setelah kejadian ini terjadi, untuk suatu maksud yang kita perlu telaah lebih lanjut?

Salah satu penjelasannya (genre tulisan; sejarah, nabi-nabi, apokaliptik, atau apa?)

*

As you must have realized, this draft is unfinished. Seharusnya dilanjutkan dengan penjelasannya, yang kurang lebih along the line bahwa kitab Daniel bukanlah bergenre nabi-nabi seperti Yesaya atau Yeremia namun lebih ke apokaliptik seperti Wahyu. Dan sebenarnya tidak terlalu bermasalah, misalnya, jika kitab Daniel mencapai bentuk finalnya pada abad ke-2 SM untuk menguatkan orang-orang Yahudi di masa itu untuk menjaga kekudusan mereka dan tidak berkompromi dengan budaya Yunani/Romawi. Teladannya adalah Daniel, yang mempertahankan integritasnya di Babel dan akhirnya vindicated oleh Allah, menduduki jabatan terhormat di sana. Walau, tentunya pula, kisah-kisah kepahlawanan dan legendaris mengenai Daniel telah populer juga di kalangan orang Yahudi sejak beberapa abad sebelumnya.

1 thought on “Daniel

Leave a comment